Masjid Langgar Tinggi, lk. tahun 1900, tatkala Kali Angke masih berfungsi sebagai jalur transportasi |
JAKARTA, infodkj.com | Rabu (16 Oktober 2024 –
Masjid Langgar Tinggi, yang terletak di Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, merupakan salah satu masjid bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang perkembangan Islam di Jakarta. Dibangun pada tahun 1249 H (1829 M) oleh Abu Bakar Shihab, seorang saudagar asal Yaman, masjid ini awalnya berfungsi sebagai langgar atau musholla yang berada di atas rumah penginapan di tepi Kali Angke, yang pada abad ke-19 masih menjadi jalur perdagangan yang ramai.
Masjid Langgar Tinggi memiliki sejarah panjang dan beberapa kali mengalami renovasi. Salah satu renovasi penting terjadi pada tahun 1833, ketika Syekh Sa'id Na'um, Kapitan Arab di wilayah Pekojan, memperbaiki masjid tersebut. Syekh Sa'id Na'um adalah seorang saudagar kaya asal Palembang yang memiliki pengaruh besar di komunitas Arab di Pekojan. Selain memperbaiki masjid, ia juga diberi tanggung jawab mengelola tanah wakaf dari Syarifah Mas'ad Barik Ba'alwi, tempat masjid dan pemakaman umum di Tanah Abang berdiri.
Seiring berjalannya waktu, fungsi masjid mengalami perubahan. Lantai dasar yang dulunya berfungsi sebagai penginapan kini digunakan sebagai kediaman pengurus masjid dan ruang toko. Akses langsung ke Kali Angke, yang dahulu memungkinkan pengunjung datang lewat jalur sungai, juga telah ditutup karena kondisi sungai yang semakin dangkal dan tercemar.
Masjid ini memiliki arsitektur yang unik, memadukan gaya Eropa, Tionghoa, dan Jawa. Pilar-pilar bergaya neoklasik Toskan adalah contoh pengaruh arsitektur Eropa, sementara ornamen penyangga balok memperlihatkan sentuhan arsitektur Tionghoa. Denah masjid dan beberapa elemen lainnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Jawa, sedangkan hiasan tugu kecil di atas atap merupakan warisan dari pengaruh budaya Moor. Lantai masjid terbuat dari kayu tebal, dan mimbar tua yang digunakan di dalamnya dibawa langsung dari Palembang sebagai penghormatan kepada Sa'id Na'um.
Kini, Masjid Langgar Tinggi telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah DKI Jakarta, menandai pentingnya situs ini dalam sejarah perkembangan Islam di ibu kota. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi perjalanan panjang hubungan antara komunitas Arab, Melayu, dan masyarakat Jakarta pada umumnya, yang telah berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan budaya kota.
Masjid Langgar Tinggi bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga lambang harmoni dan integrasi berbagai kebudayaan yang ada di Jakarta. Pengunjung yang datang ke masjid ini tidak hanya disuguhkan suasana spiritual, tetapi juga dapat menikmati kekayaan sejarah dan warisan arsitektur yang dimilikinya.
Masjid Langgar Tinggi memiliki sejarah panjang dan beberapa kali mengalami renovasi. Salah satu renovasi penting terjadi pada tahun 1833, ketika Syekh Sa'id Na'um, Kapitan Arab di wilayah Pekojan, memperbaiki masjid tersebut. Syekh Sa'id Na'um adalah seorang saudagar kaya asal Palembang yang memiliki pengaruh besar di komunitas Arab di Pekojan. Selain memperbaiki masjid, ia juga diberi tanggung jawab mengelola tanah wakaf dari Syarifah Mas'ad Barik Ba'alwi, tempat masjid dan pemakaman umum di Tanah Abang berdiri.
Seiring berjalannya waktu, fungsi masjid mengalami perubahan. Lantai dasar yang dulunya berfungsi sebagai penginapan kini digunakan sebagai kediaman pengurus masjid dan ruang toko. Akses langsung ke Kali Angke, yang dahulu memungkinkan pengunjung datang lewat jalur sungai, juga telah ditutup karena kondisi sungai yang semakin dangkal dan tercemar.
Masjid Langgar Tinggi, tahun 1949 |
Masjid ini memiliki arsitektur yang unik, memadukan gaya Eropa, Tionghoa, dan Jawa. Pilar-pilar bergaya neoklasik Toskan adalah contoh pengaruh arsitektur Eropa, sementara ornamen penyangga balok memperlihatkan sentuhan arsitektur Tionghoa. Denah masjid dan beberapa elemen lainnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Jawa, sedangkan hiasan tugu kecil di atas atap merupakan warisan dari pengaruh budaya Moor. Lantai masjid terbuat dari kayu tebal, dan mimbar tua yang digunakan di dalamnya dibawa langsung dari Palembang sebagai penghormatan kepada Sa'id Na'um.
Kini, Masjid Langgar Tinggi telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah DKI Jakarta, menandai pentingnya situs ini dalam sejarah perkembangan Islam di ibu kota. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi perjalanan panjang hubungan antara komunitas Arab, Melayu, dan masyarakat Jakarta pada umumnya, yang telah berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan budaya kota.
Masjid Langgar Tinggi bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga lambang harmoni dan integrasi berbagai kebudayaan yang ada di Jakarta. Pengunjung yang datang ke masjid ini tidak hanya disuguhkan suasana spiritual, tetapi juga dapat menikmati kekayaan sejarah dan warisan arsitektur yang dimilikinya.