JAKARTA, infoDKJ.com | Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan besar pornografi anak dengan menangkap 58 tersangka selama enam bulan terakhir, terhitung sejak Mei hingga November 2024. Kasus ini melibatkan 47 perkara pornografi anak yang disebarkan secara online.
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni, menjelaskan bahwa penangkapan ini adalah hasil kerja Satuan Tugas Pornografi Anak, yang melibatkan kolaborasi antara Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Direktorat Reserse Siber di tingkat Polda, dan berbagai Subdit terkait. Selain penangkapan, Satgas juga telah meminta pemblokiran terhadap 15.659 situs berisi pornografi anak.
“Satgas telah melakukan upaya preemtif dengan memberikan imbauan kepada masyarakat, yaitu sebanyak 589 kali melalui link edukatif,” kata Dani di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Dalam pengungkapan kasus terbaru, Polri menangkap seorang tersangka berinisial OS yang diduga mengelola ratusan situs pornografi, termasuk yang berisi konten anak. Berdasarkan hasil penyelidikan, tersangka OS diketahui mulai membuat dan mengelola situs pornografi sejak tahun 2015, dengan total 585 domain situs, dan 27 situs di antaranya masih aktif saat penangkapan. Pengelolaan situs ini telah menghasilkan keuntungan ratusan juta rupiah melalui iklan berbasis pay-per-click atau PPC.
Dani menjelaskan bahwa tersangka OS ditangkap di kediamannya di Desa Mekarsari, Pangandaran, Jawa Barat, bersama sejumlah barang bukti berupa 4 unit ponsel, 1 unit CPU, 1 laptop, 2 hard disk eksternal, 2 flash disk, serta 3 akun email yang disita untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
“Dari hasil forensik digital, ditemukan 123 file video pada ponsel dan 3.064 file video di laptop tersangka, sehingga totalnya mencapai 3.187 file video yang mengandung konten pornografi,” ujar Dani.
Atas perbuatannya, OS dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE, serta Pasal 29 junto Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara atau denda hingga Rp6 miliar. (Dn)