Jakarta, infoDKJ.com - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendesak pemerintah agar menindak tegas praktik kecurangan (fraud) yang terjadi dalam implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Langkah ini dinilai penting untuk mencegah kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dianggap akan membebani masyarakat.
“Kecurangan ini sudah jelas terlihat dalam data yang ada. Persoalannya adalah apakah pemerintah siap menangani kasus-kasus fraud ini dengan tegas agar kita tidak perlu menaikkan iuran,” ujar Edy dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat.
Edy menjelaskan bahwa kecurangan tersebut terkait dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengungkap adanya klaim BPJS Kesehatan yang diduga fiktif dan bernilai hingga Rp20 triliun. Selain itu, ada indikasi kecurangan lainnya di mana 35 persen pekerja penerima upah (PPU) justru terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI).
Menurut Edy, kebijakan menaikkan iuran perlu dilakukan dengan sangat hati-hati karena isu ini sensitif, terutama bagi peserta mandiri. "Ini masalah yang harus dikelola secara bijak, terutama saat pemerintahan baru mulai berjalan. Kenaikan iuran akan sangat berdampak bagi masyarakat," ujarnya.
Meski begitu, Edy mengakui bahwa kenaikan iuran bisa jadi tidak terhindarkan, namun dia menekankan pentingnya BPJS Kesehatan untuk mengoptimalkan langkah-langkah pencegahan agar tidak langsung memberlakukan kenaikan.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa kenaikan iuran adalah salah satu dari beberapa opsi untuk menjaga keberlanjutan layanan, sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024. Alternatif lainnya yang dipertimbangkan adalah penerapan sistem cost sharing, di mana pasien membayar sebagian kecil biaya layanan kesehatan untuk mengurangi penggunaan berlebih (overutilization) dan membantu pembiayaan rumah sakit.
Ghufron mencontohkan, dalam skema cost sharing, pasien lanjut usia yang berobat ke rumah sakit mungkin dikenai biaya tambahan kecil, misalnya Rp15 ribu hingga Rp20 ribu. Dengan ini, diharapkan pasien berpikir dua kali untuk menggunakan layanan jika tidak benar-benar membutuhkan.
Dia juga mengingatkan bahwa Perpres Nomor 59 mengatur kenaikan iuran dapat dilakukan setiap dua tahun, namun harus melalui evaluasi menyeluruh terlebih dahulu. Jika disetujui, penetapan tarif baru diperkirakan akan diberlakukan paling lambat 30 Juni atau 1 Juli 2025. (Dn)