Yogyakarta, infoDKJ.com | Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyarankan pemerintah untuk meninjau ulang rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 2025. Haedar menilai kebijakan ini berpotensi membebani perusahaan kecil, masyarakat yang baru pulih secara ekonomi, serta lembaga sosial yang memiliki keterkaitan dengan pajak.
“Kenaikan PPN ini bisa berdampak pada perusahaan kecil, masyarakat yang sedang mencoba bangkit dari tekanan ekonomi, dan lembaga-lembaga sosial yang tidak sepenuhnya berorientasi bisnis. Oleh karena itu, sebaiknya kebijakan ini dipertimbangkan ulang,” ujar Haedar saat menghadiri Dies Natalis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (19/12/2024).
Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menegaskan pentingnya mempertimbangkan kondisi keuangan nasional dan keadilan sosial dalam merumuskan kebijakan pajak. Ia berharap kebijakan baru tidak menghambat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya di sektor kecil dan menengah.
“Kebijakan ini harus benar-benar mendukung spirit kemajuan masyarakat, termasuk lembaga sosial yang tidak berfokus pada bisnis skala besar,” kata Haedar.
Rencana kenaikan PPN menjadi 12% ini akan berdampak pada berbagai barang dan jasa, mulai dari pakaian hingga layanan digital seperti Spotify dan Netflix, kecuali yang dikecualikan oleh pemerintah. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, menjelaskan bahwa aturan tersebut bersifat umum.
“Secara regulasi, barang dan jasa yang menjadi objek pajak akan dikenakan PPN 12%, termasuk barang mewah, kecuali yang sudah dikecualikan berdasarkan aturan yang berlaku,” ujar Susiwijono.
Ia juga menjelaskan bahwa barang dan jasa premium di sektor pendidikan dan kesehatan akan tetap dikecualikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022. “Untuk barang dan jasa lainnya, seperti layanan streaming dan kosmetik, kenaikan dari 11% menjadi 12% akan diterapkan,” tambahnya.
Pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini dirancang untuk memperkuat penerimaan negara, namun Haedar menekankan perlunya keseimbangan agar kebijakan ini tidak justru memberatkan elemen masyarakat yang rentan. (Mustofa)