JAKARTA, infoDKJ.com | Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mempertanyakan keadilan dalam vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Harvey divonis 6,5 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Dalam unggahan di Instagram-nya, Kamis (26/12/2024), Mahfud MD menyampaikan kritik terhadap putusan tersebut yang dinilainya terlalu ringan. Ia menyoroti perbedaan mencolok antara kerugian negara yang disebut mencapai Rp 300 triliun dengan jumlah uang pengganti yang ditetapkan hanya Rp 210 miliar.
“Vonis ini terlalu ringan dan menyesakkan. Dari dakwaan kerugian negara Rp 300 triliun, hanya 0,007 persen yang dihitung sebagai uang pengganti. Bagaimana ini bisa disebut keadilan?” tulis Mahfud MD.
Vonis Hakim Lebih Rendah dari Tuntutan
Vonis terhadap Harvey Moeis lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Namun, dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan hukuman 6,5 tahun penjara. Harvey juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 210 miliar. Jika tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda Harvey akan disita dan dilelang. Jika harta tidak mencukupi, ia akan menjalani tambahan hukuman 6 tahun penjara.
“Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan primer, serta tindak pidana pencucian uang,” ujar Hakim Eko saat membacakan putusan pada Senin (23/12/2024).
Kritik Terhadap Perbedaan Dakwaan dan Vonis
Mahfud MD menyoroti ketidaksesuaian antara dakwaan kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun dengan vonis yang hanya mencakup pengembalian Rp 210 miliar. Ia juga mempertanyakan alasan jaksa yang tidak menuntut pengembalian kerugian negara secara penuh.
“Kerugian negara jelas Rp 300 triliun, bukan potensi kerugian ekonomi. Tapi yang dituntut hanya Rp 210 miliar. Vonisnya bahkan lebih ringan dari tuntutan. Apa dasar hukumnya?” tambah Mahfud.
Respons Publik
Kasus ini memicu perdebatan luas di masyarakat mengenai penerapan hukum dalam kasus korupsi besar. Banyak pihak mendukung pernyataan Mahfud MD dan berharap ada evaluasi terhadap sistem peradilan, khususnya dalam penanganan kasus korupsi.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Harvey Moeis atau kuasa hukumnya terkait kritik yang disampaikan Mahfud MD. (Dani)