Jakarta, infoDKJ.com | Mulai 1 Januari 2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberlakukan retribusi pelayanan kebersihan (sampah) kepada masyarakat. Kebijakan ini memberikan waktu 30 hari bagi warga rumah tinggal untuk membayar retribusi setelah menerima Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) pada awal bulan.
Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Yusiono Anwar Supalal, tenggat waktu pembayaran dihitung mulai lima hari kerja setelah SKRD diterima. “Misalnya, jika SKRD diterima tanggal 5, warga memiliki waktu hingga tanggal 5 bulan berikutnya untuk membayar,” jelasnya dalam acara sosialisasi kebijakan ini pada Rabu (11/12/2024).
Tarif Retribusi Berdasarkan Kelas Daya Listrik
Pemprov DKI menetapkan besaran retribusi berdasarkan daya listrik rumah tinggal.○ 450–900 VA: Rp0 (bebas retribusi)
○ 1.300–2.200 VA: Rp10.000 per bulan
○ 3.500–5.500 VA: Rp30.000 per bulan
○ 6.600 VA ke atas: Rp77.000 per bulan
Rumah dengan beberapa sambungan daya listrik, seperti rumah kos, akan dikenakan tarif berdasarkan daya listrik terbesar.
Sanksi dan Pembayaran Digital
DLH DKI memberikan sanksi berupa denda 1 persen dari retribusi terutang bagi warga yang melewati batas waktu pembayaran. Pembayaran dapat dilakukan melalui bank secara langsung maupun melalui platform digital. Warga yang telah membayar akan menerima tanda bukti transaksi.
DLH juga mengintegrasikan data keluarga berbasis satu pintu untuk menyusun daftar wajib retribusi. Data ini mencakup nama, alamat, NIK, dan besaran daya listrik.
Dukungan untuk Warga Miskin dan Pemilahan Sampah
Pemprov DKI menjamin warga dengan kategori miskin tidak dikenakan retribusi. Seluruh biaya pengelolaan sampah untuk kelompok ini ditanggung pemerintah. Selain itu, warga yang aktif memilah sampah di rumah dan berkontribusi ke bank sampah akan dibebaskan dari kewajiban membayar retribusi.
“Warga yang memilah sampah minimal dua kali sebulan dan menyetor ke bank sampah tidak akan dikenakan retribusi,” kata Kepala DLH DKI, Asep Kuswanto.
Sorotan dari Calon Wakil Gubernur DKI
Kebijakan ini menuai tanggapan dari para calon wakil gubernur DKI Jakarta dalam debat publik pada 17 November lalu.
1. Suswono (Cawagub 1) menilai prioritas seharusnya adalah membangun budaya bebas sampah (zero waste) di tingkat rumah tangga, alih-alih menerapkan retribusi.
2. Kun Wardana (Cawagub 2) mengusulkan pembangunan pusat daur ulang di setiap kecamatan untuk menjadikan sampah sebagai sumber penghasilan.
3. Rano Karno (Cawagub 3) berpendapat pemilahan sampah sejak tingkat rumah tangga dapat mengurangi volume sampah hingga 35 persen.
Kondisi TPST Bantargebang Memprihatinkan
DLH DKI Jakarta mencatat TPST Bantargebang menerima 7.200–7.700 ton sampah setiap harinya. Kondisi tersebut memicu kekhawatiran terkait daya tampung yang semakin menurun.
Asep berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya memilah sampah untuk mengurangi beban TPST. "Kita tidak mencari untung dari retribusi ini. Justru yang kita harapkan adalah perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah," tegasnya.
Pemprov DKI menyatakan kebijakan ini merupakan langkah untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah, sejalan dengan prinsip polluter pays—setiap penghasil sampah wajib berkontribusi dalam pengelolaannya. (Dn)