Tangerang, infoDKJ.com | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, resmi mencabut sebagian sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik PT Intan Agung Makmur (IAM), anak usaha Agung Sedayu Group (ASG). Pencabutan tersebut dilakukan atas 50 bidang tanah yang berlokasi di wilayah pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten.
"Hari ini kami membatalkan sekitar 50 sertifikat. Sisanya akan segera diselesaikan," ujar Nusron Wahid saat mengunjungi lokasi pada Jumat (24/1/2025).
Pencabutan SHGB ini dilakukan setelah melalui proses yuridis dan survei lapangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sertifikat tersebut dinyatakan cacat hukum karena mencakup wilayah perairan, yang menurut peraturan perundang-undangan masuk kategori tanah hilang. "Kami sudah cek langsung di lapangan. SHGB ini berada di wilayah perairan, sehingga alas haknya tidak sah," tegas Nusron.
Penolakan dari Pihak Lokal
Meski telah menunjukkan bukti cacat prosedural, Nusron mengaku masih menghadapi penolakan dari sejumlah pihak, termasuk Lurah Desa Kohod, Arsin. Lurah tersebut bersikeras bahwa area tersebut dulunya merupakan daratan yang mengalami abrasi. "Pak Lurah mengatakan wilayah itu dulunya empang, tetapi faktanya saat ini masuk perairan," kata Nusron.
Dasar Hukum Pencabutan
Pencabutan SHGB ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Berdasarkan data, Desa Kohod memiliki total 280 sertifikat di kawasan pagar laut, yang terdiri dari 263 SHGB dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM). Dari jumlah tersebut, 243 SHGB dimiliki PT Intan Agung Makmur dan 20 SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa (CIS).
Bantahan dari Kuasa Hukum
Kuasa Hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, membantah bahwa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut merupakan milik ASG. Ia menegaskan, SHGB PT IAM dan PT CIS hanya mencakup dua desa di Kecamatan Pakuhaji, sementara pagar laut membentang hingga enam kecamatan di Tangerang. "Pagar laut itu sudah ada sebelum PIK 2 dikembangkan, bahkan sebelum Presiden Jokowi menjabat," ujar Muannas.
Pencabutan sertifikat ini menjadi langkah tegas pemerintah dalam menertibkan penggunaan lahan sesuai dengan ketentuan hukum. Proses hukum dan penertiban akan terus berlanjut untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
(Dendi)