Jakarta, infoDKJ.com | Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% kursi DPR. Dengan putusan ini, seluruh partai politik memiliki hak untuk mengusung calon presiden tanpa harus memenuhi syarat ambang batas tersebut. Keputusan ini memicu berbagai tanggapan, mengingat sebelumnya gugatan serupa telah berkali-kali ditolak.
Gugatan atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025), Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023. MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Suhartoyo.
Pemerintah Hormati Putusan MK
Menanggapi putusan ini, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK. Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945.
"Putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat. Pemerintah menghormati putusan ini tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun," ungkap Yusril dalam pernyataan tertulis, Jumat (3/1/2025).
Yusril juga menyoroti bahwa permohonan judicial review terhadap Pasal 222 UU Pemilu telah diajukan lebih dari 30 kali sebelumnya, namun baru kali ini dikabulkan oleh MK. Ia menilai ada perubahan pandangan MK terhadap konstitusionalitas norma tersebut.
"Bagaimanapun juga, pemerintah menghormati pertimbangan hukum MK dalam mengambil keputusan ini," lanjut Yusril.
Implikasi terhadap Pilpres 2029
Yusril menyebutkan bahwa pemerintah akan membahas dampak putusan ini terhadap pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2029. Jika diperlukan, pemerintah bersama DPR akan melakukan revisi terhadap UU Pemilu untuk menyesuaikan dengan penghapusan presidential threshold.
"Semua pihak, termasuk KPU, Bawaslu, akademisi, dan masyarakat, akan dilibatkan dalam pembahasan tersebut," ujar Yusril.
Dengan penghapusan ambang batas ini, dinamika politik nasional diprediksi akan semakin terbuka. Partai-partai politik kini memiliki kesempatan yang sama untuk mengusung calon presiden pada Pemilu mendatang. (Dani)