TANGERANG, infoDKJ.com | Pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi polemik besar. Pagar berbahan bambu yang membentang melintasi enam kecamatan itu diduga dipasang oleh Agung Sedayu Group dalam rangka pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Keberadaan pagar ini memicu protes keras dari nelayan setempat yang mengaku kesulitan melaut. Laporan terkait dampak pagar tersebut sudah disampaikan sejak Agustus 2024, tetapi pemerintah hingga kini belum menunjukkan langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, pihak berwenang mengaku tidak mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut.
Investigasi Belum Temukan Dalang
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menurunkan tim untuk menindaklanjuti laporan warga. Saat pertama kali dilaporkan, panjang pagar baru mencapai 7 kilometer. Namun, inspeksi gabungan terakhir pada Januari 2025 menunjukkan panjang pagar telah mencapai 30 kilometer.
"Tim kami bersama aparat gabungan seperti TNI AL, Polairud, PSDKP, dan instansi lainnya telah melakukan investigasi. Namun, tidak ditemukan izin resmi dari pihak camat atau kepala desa terkait pemagaran ini," kata Eli dalam diskusi di Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suharyanto, juga mengaku tidak mengetahui siapa yang membangun pagar tersebut. Bahkan, ia tidak dapat memastikan apakah pagar itu terkait reklamasi karena tidak ada permohonan izin atau proposal yang diajukan.
Gangguan Ekosistem dan Konflik Sosial
Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Muh Rasman Manafi, menyoroti dampak lingkungan dari pemagaran laut ini. Menurutnya, keberadaan pagar mengganggu aliran air, pola sedimentasi, dan ekosistem sekitar.
"Selain itu, nelayan harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk melaut karena akses mereka terhalang. Kerugian ekonomi akibat hal ini sangat besar, termasuk penurunan produktivitas tambak warga," jelas Rasman.
Ia juga memperingatkan bahwa proyek strategis yang tidak melibatkan masyarakat lokal berpotensi memicu konflik sosial jangka panjang. "Prinsip pengelolaan ruang laut yang berkeadilan dan berkelanjutan harus ditegakkan. Audit lintas sektor dan pengawasan terpadu sangat diperlukan," tegasnya.
PKS Desak Penghentian PSN PIK 2
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR meminta pemerintah menghentikan PSN PIK 2. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, menilai proyek ini telah melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Penetapan PSN seharusnya memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan tata ruang. Proyek swasta seperti ini tidak boleh mendompleng nama PSN untuk kepentingan tertentu yang merugikan masyarakat," ujar Jazuli.
Kerugian Masyarakat Mencapai Miliaran
Ombudsman Provinsi Banten menemukan dugaan maladministrasi dalam proyek ini. Kepala Perwakilan Ombudsman Banten, Fadli Afriadi, menyebut kerugian nelayan akibat pemagaran laut mencapai Rp8 miliar per tahun.
"Pemagaran ini membuat nelayan harus mengeluarkan biaya bahan bakar lebih besar, dari dua liter solar menjadi lima liter per perjalanan. Selain itu, ada warga yang mengaku dibayar Rp100.000 per malam untuk menancapkan pagar," ungkap Fadli.
Dengan berbagai dampak negatif yang terjadi, desakan untuk menghentikan PSN PIK 2 semakin menguat. Pemerintah diminta segera mengambil langkah tegas demi melindungi masyarakat dan lingkungan sekitar. (Dani)