Mardani Ali Sera Anggota DPR RI FPKS |
Jakarta, infoDKJ.com | Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20%. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menilai langkah MK ini merupakan terobosan penting untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.
"Kami memberikan apresiasi kepada MK atas keputusan ini. Ini adalah langkah yang menyehatkan demokrasi di Tanah Air. PKS menjadi pihak ke-31 yang mengajukan gugatan, dan akhirnya MK mengabulkannya. Kami sangat mengapresiasi putusan ini," ujar Mardani saat dihubungi pada Sabtu (4/1/2025).
Keputusan Progresif untuk Demokrasi
Mardani menyebut keputusan MK yang meniadakan ambang batas pencalonan presiden sebagai langkah progresif. Menurutnya, hal ini tidak hanya membuka ruang bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres, tetapi juga menghindari dominasi politik yang berlebihan.
"Ini adalah keputusan progresif dari MK. Selain mencabut presidential threshold, MK juga menegaskan bahwa semua partai politik peserta pemilu berhak mengajukan pasangan capres-cawapres. Hal ini tentu berdampak besar bagi keberlangsungan demokrasi yang lebih inklusif," jelas Mardani.
Dorongan untuk Revisi UU Pemilu
PKS mendorong DPR dan pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Pemilu sesuai dengan putusan MK. Mardani menegaskan pentingnya melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses revisi tersebut.
"DPR dan pemerintah harus segera merevisi UU Pemilu. Badan Legislasi DPR sudah memasukkan ini ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Namun, yang tak kalah penting adalah memastikan adanya partisipasi bermakna dari masyarakat dalam proses pembahasan revisi ini," kata Mardani.
Ia juga menambahkan bahwa revisi UU Pemilu harus dirancang dengan cermat agar tidak menimbulkan masalah baru, seperti membeludaknya jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Simulasi dan penilaian yang matang harus dilakukan agar UU Pemilu yang baru benar-benar mendukung demokrasi yang sehat dan mendorong reformasi politik yang lebih baik," tambahnya.
Putusan MK
Sebelumnya, MK telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis (2/1). Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK, Suhartoyo.
MK juga meminta pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU Pemilu agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tetap terkendali, meskipun tanpa ambang batas pencalonan.
Keputusan ini diharapkan dapat membuka peluang lebih luas bagi partai politik untuk mencalonkan pemimpin, sekaligus mendorong terciptanya demokrasi yang lebih sehat dan inklusif. (Dani)