Jakarta, infoDKJ.com | Dr. Taswem Tarib, S.H., M.H., Bc.Im., Dewan Penasihat IPRI Law Institute dan mantan Kakanwil Kemenkumham di beberapa provinsi, menyampaikan opininya terkait revisi UU No. 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2004 dalam Diskusi Publik bertajuk “Telaah Kritis: Impunitas dan Kontroversi dalam Undang-Undang Kejaksaan”. Acara ini digelar IPRI Law Institute di Hotel Grand Orchardz Kemayoran, Jakarta, pada 6 Februari 2025, dihadiri perwakilan DPRD, akademisi, mahasiswa, serta praktisi hukum.
Kritik terhadap Revisi UU Kejaksaan
Dalam sambutannya, Taswem menyoroti beberapa pasal kontroversial dalam revisi UU Kejaksaan, khususnya:
Pasal 30A → Kewenangan pemulihan aset
Pasal 30B → Kewenangan intelijen penegakan hukum
Pasal 30C → Berbagai tugas tambahan Kejaksaan
Menurutnya, meski Kejaksaan memiliki peran penting dalam penegakan hukum, kewenangan yang terlalu luas dapat berpotensi menimbulkan impunitas atau kekebalan hukum. Ia juga mengkritisi isu hak imunitas Jaksa, penggunaan senjata api, rangkap jabatan, perluasan intelijen, kewenangan penyadapan, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum lain.
Taswem menegaskan pentingnya menjaga asas check and balances dalam sistem hukum. Ia juga menyoroti kelemahan Komisi Kejaksaan (Komjak), yang saat ini hanya berwenang memberikan rekomendasi terhadap Jaksa yang diduga menyalahgunakan kekuasaan.
Harapan untuk RUU Kejaksaan
Diskusi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi DPR dalam menyusun RUU Kejaksaan, yang telah masuk dalam Prolegnas. Taswem juga berharap para narasumber dapat memperdalam isu-isu yang dibahas.
Narasumber yang hadir dalam diskusi ini antara lain Haris Azhar, S.H., M.A. (Aktivis HAM & Pendiri Lokataru), Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. (Ahli Hukum Pidana UIN Jakarta), dan Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA. (Praktisi Hukum & Presiden DPP LIRA), dengan moderator Latifah, S.H., M.H., CLA., C.TT., C.CA., C.MK., C.NS., Direktur Eksekutif IPRI Law Institute.
Jurnalis : Mario/Rilis Pray