Jakarta, infoDKJ.com | Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk membatalkan status tersangkanya dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku. Dalam gugatannya, Hasto juga meminta hakim menyatakan pencekalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya tidak sah.
Gugatan ini teregistrasi dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel dan dibacakan dalam sidang perdana di PN Jaksel, Rabu (5/2/2025). Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, membacakan permohonan praperadilan di hadapan hakim tunggal Djuyamto.
Penetapan Tersangka Dinilai Cacat Hukum
Ronny menegaskan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK dilakukan tanpa dua alat bukti yang cukup dan sah. Ia juga menyoroti bahwa penetapan tersangka tersebut terjadi menjelang perayaan Natal, sehingga dinilai mencurigakan.
“Penetapan tersangka ini justru merujuk pada alat bukti dari perkara lain yang sudah berkekuatan hukum tetap, yang seharusnya tidak dapat digunakan untuk kasus berbeda,” ujar Ronny.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Todung Mulya Lubis, menilai bahwa KPK tidak menjalankan prosedur hukum yang benar karena tidak pernah memeriksa Hasto sebagai calon tersangka sebelum menetapkannya sebagai tersangka.
“Pemeriksaan calon tersangka itu wajib dilakukan, bukan hanya formalitas, melainkan harus menggali materi perkara dan tuduhan yang disangkakan,” ujar Todung.
Menurutnya, KPK telah bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka tanpa melalui tahapan penyelidikan yang semestinya.
Soroti Keputusan Cepat Pimpinan KPK yang Baru
Tim kuasa hukum juga mempertanyakan waktu penetapan tersangka yang dinilai terlalu cepat setelah pimpinan KPK periode 2024-2029 resmi bertugas. Ronny menyebut bahwa pimpinan baru KPK dilantik pada 20 Desember 2024, tetapi hanya dalam waktu tiga hari setelahnya, tepatnya pada 23 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) serta Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap Hasto.
“Ini menjadi pertanyaan besar karena keputusan penetapan tersangka dilakukan secara terburu-buru sesaat setelah pimpinan KPK yang baru dilantik,” ujar Ronny.
Kuasa hukum Hasto lainnya, Patra M Zen, menambahkan bahwa penggunaan alat bukti dari perkara lain dalam kasus Hasto merupakan tindakan yang cacat hukum.
“Secara yuridis, alat bukti dari satu perkara tidak bisa digunakan untuk perkara lain. Ini menunjukkan ada masalah dalam penetapan tersangka terhadap klien kami,” kata Patra.
Sidang praperadilan ini akan berlanjut dengan agenda mendengarkan tanggapan dari pihak KPK sebagai termohon.
(Alfi)