Jakarta, infoDKJ.com | Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat sambutan hangat saat tiba di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto secara langsung menyambut kedatangan Erdogan di Istana Negara, menandai hubungan erat kedua negara yang telah terjalin sejak lama.
Penyambutan ini bukan sekadar seremoni diplomatik, melainkan pengakuan atas persaudaraan historis dan keagamaan yang telah berlangsung berabad-abad. Turki dan Indonesia tidak hanya terhubung oleh kepentingan politik dan ekonomi, tetapi juga oleh ikatan iman dan peradaban Islam yang telah menyatukan keduanya sejak zaman kekhalifahan.
Jejak Sejarah: Dari Dakwah hingga Perlawanan Kolonial
Hubungan antara Nusantara dan Turki bukanlah hal baru. Sejarah mencatat bahwa pengaruh Kekhalifahan Utsmani telah hadir sejak masa awal penyebaran Islam di Indonesia.
Salah satu bukti kuat adalah peran Maulana Malik Ibrahim, seorang ulama yang diyakini mendapat restu dari Kekhalifahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Melalui pendekatan dakwah dan pembangunan, ia tidak hanya mengajarkan ajaran Islam, tetapi juga memperkenalkan sistem irigasi modern, membantu masyarakat Jawa dalam meningkatkan hasil pertanian mereka.
Perjuangan dakwah ini kemudian dilanjutkan oleh Walisongo, yang secara sistematis menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya dan pendidikan. Para wali ini memiliki jaringan keilmuan internasional, yang terhubung dengan pusat-pusat Islam dunia, termasuk Turki.
Hubungan spiritual ini juga tampak dalam perjuangan Pangeran Diponegoro di abad ke-19. Perang yang ia pimpin melawan kolonialisme tidak hanya didasari oleh semangat nasionalisme, tetapi juga oleh jihad fi sabilillah, yang sejalan dengan nilai-nilai perjuangan Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Turki Utsmani.
Di era Kesultanan Mataram, hubungan dengan Turki bahkan lebih terlihat secara simbolik. Sultan Agung Mataram mengadopsi gelar Khalifatullah Sayyidin Panatagama, menunjukkan bahwa ia melihat kekuasaannya sebagai bagian dari dunia Islam yang lebih besar, di mana Turki Utsmani adalah pemimpinnya.
Solidaritas di Masa Modern
Ketika Perang Dunia I meletus dan Kekhalifahan Utsmani menghadapi ancaman kehancuran, umat Islam di Nusantara menunjukkan solidaritasnya. Media massa di Hindia Belanda ramai melaporkan perjuangan Turki, sementara para ulama menggalang dana dan doa untuk mendukung perlawanan Utsmani melawan kekuatan Eropa.
Kini, hubungan erat itu terus berlanjut dalam bentuk yang lebih modern. Turki dan Indonesia bekerja sama di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga pertahanan. Namun, di balik kerja sama strategis ini, ada ikatan yang lebih dalam—ikatan iman dan sejarah yang terus dijaga oleh kedua bangsa.
Menyongsong Masa Depan
Penyambutan meriah Presiden Erdogan di Indonesia bukan hanya momen diplomatik, tetapi juga sebuah simbol bahwa hubungan ini tetap kuat. Indonesia dan Turki akan terus melangkah bersama, tidak hanya dalam kerja sama formal, tetapi juga dalam menjaga warisan peradaban Islam yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Sejarah belum selesai. Dua bangsa ini akan terus berjalan di jalur yang sama—jalur dakwah, jalur iman, dan jalur peradaban Islam.
(Agus M Makaum/Adang)