Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 13 Februari 2025
Silat merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki beragam aliran, salah satunya adalah Silat Sabeni Tenabang. Aliran silat ini berasal dari Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan dikembangkan oleh seorang pendekar bernama Sabeni bin Canam (1860-1945). Sebagai seni bela diri khas Betawi, Silat Sabeni tidak hanya memiliki teknik bertarung yang unik, tetapi juga mengandung nilai-nilai kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi lawan.
Asal-Usul Silat Sabeni
Silat Sabeni Tenabang pertama kali diperkenalkan oleh Pendekar Sabeni, seorang tokoh yang dikenal sebagai pelindung rakyat kecil di Tanah Abang pada masa penjajahan. Berbeda dengan aliran silat tradisional Betawi lainnya yang sering digunakan untuk hiburan seperti ngibing (menari), Silat Sabeni lebih fokus pada serangan cepat, permainan jarak dekat, dan teknik bantingan kaki yang mematikan.
Awalnya, ilmu bela diri ini hanya diajarkan dalam lingkup keluarga. Namun, seiring berjalannya waktu dan adanya dorongan untuk melestarikan budaya Betawi, silat ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas, terutama pemuda-pemuda di daerah Tanah Abang.
Dalam perkembangannya, aliran ini diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerus Sabeni. M. Ali Sabeni, putra Sabeni yang juga mantan tentara Angkatan Darat Indonesia, melanjutkan ajaran silat ini sembari aktif dalam seni musik Sambrah Betawi. Kini, Silat Sabeni dijaga dan dikembangkan oleh generasi ketiga, yaitu Zul Bachtiar Sabeni, yang terus berusaha mempertahankan kemurnian teknik dan filosofi dari aliran ini.
Teknik dan Ciri Khas Silat Sabeni
Keunikan Silat Sabeni terletak pada kecepatan gerakan tangan yang luar biasa, permainan jarak dekat, serta sinkronisasi gerakan tubuh dengan teknik bantingan. Aliran ini mengutamakan serangan agresif tanpa banyak gerakan tambahan atau kembangan, yang sering ditemukan dalam silat tradisional lainnya.
Pesilat Sabeni dikenal sebagai pesilat yang sabar dan menunggu celah kelemahan lawan sebelum melancarkan serangan. Kecepatan adalah kunci utama dalam Silat Sabeni, karena tanpa kecepatan, teknik serangan dan bantingan tidak akan bisa dilakukan secara efektif.
Terdapat beberapa tradisi unik dalam pembelajaran Silat Sabeni:
• Di jalur Mustofa Sabeni (Cang Mus), calon murid harus membawa sepasang golok, kain kafan seukuran mayat (kini diganti dengan Al-Qur'an), serta bunga sebagai syarat belajar.
• Di jalur M. Ali Sabeni (Aba Ali), setiap murid yang telah menyelesaikan tahap pembelajaran wajib mengadakan syukuran dengan nasi uduk atau nasi kuning, serta membaca shalawat bersama-sama.
Sabeni: Pendekar Tanah Abang yang Disegani
Pendekar Sabeni bukan hanya seorang ahli silat, tetapi juga sosok yang berani membela rakyat kecil dari penindasan penjajah. Ia sangat dihormati, baik oleh masyarakat pribumi maupun penjajah.
Salah satu kisah legendaris tentang Sabeni terjadi pada tahun 1943, ketika Jepang menguasai Indonesia. Saat itu, anak Sabeni yang bernama Syafii menjadi buronan Jepang setelah melarikan diri dari kepolisian. Untuk menangkap Syafii, tentara Jepang memutuskan untuk menahan Sabeni sebagai sandera.
Sabeni kemudian dibawa ke Lokasari, Jakarta Barat, dan dipaksa bertarung melawan beberapa pendekar Jepang yang didatangkan khusus. Pertarungan ini memiliki taruhan besar—jika Sabeni menang, ia dan anaknya akan dibebaskan, tetapi jika kalah, mereka berdua akan ditangkap.
Meskipun sudah berusia 83 tahun, Sabeni berhasil mengalahkan semua lawannya. Kehebatan silatnya membuat Jepang kagum, bahkan mereka menawarkan Sabeni untuk melatih pasukan Jepang. Namun, karena usianya yang sudah lanjut, tawaran tersebut akhirnya diterima oleh murid kepercayaannya, Salim, yang dikirim ke Jepang untuk melatih tentara khusus.
Tak lama setelah kejadian ini, Sabeni diminta oleh Jepang untuk menjadi kepala kampung di Tanah Abang. Tujuan Jepang adalah mengawasi pergerakannya agar tidak menimbulkan pemberontakan. Namun, Sabeni menerima tawaran ini dengan satu alasan: agar ia bisa terus mengajarkan silat tanpa gangguan.
Pendekar Sabeni wafat pada 15 Agustus 1945, hanya beberapa hari sebelum Indonesia merdeka. Kepergiannya meninggalkan warisan ilmu bela diri yang tetap hidup hingga kini.
Filosofi Silat Sabeni
Silat Sabeni tidak hanya mengajarkan teknik bertarung, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Beberapa petuah yang diwariskan oleh para pendahulu aliran ini antara lain:
• “Musuh jangan dicari. Kalaupun datang, pantang lari. Hadapi apapun yang terjadi.” – Sabeni (1860-1945)
• “Bawalah ilmu padi. Semakin berisi, semakin tunduk ke bumi.” – Ali Sabeni (1933-2011)
Pesan-pesan ini menggambarkan bahwa seorang pesilat harus rendah hati, tidak sombong, dan hanya menggunakan ilmunya untuk kebaikan.
Pelestarian Silat Sabeni
Saat ini, Silat Sabeni Tenabang masih diajarkan di Tanah Abang dan beberapa daerah lainnya. Zul Bachtiar Sabeni sebagai pewaris utama terus memperkenalkan aliran ini kepada generasi muda agar tidak hilang ditelan zaman.
Sebagai warisan budaya asli Betawi, Silat Sabeni merupakan bagian penting dari identitas masyarakat Tanah Abang. Teknik bertarungnya yang unik serta nilai-nilai yang diajarkan menjadikan aliran ini lebih dari sekadar bela diri, tetapi juga sebuah warisan sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Editor: Adang