Jakarta, infoDKJ.com | Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia atas dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang terjadi di tubuh perusahaan.
Permintaan maaf ini disampaikan Simon dalam konferensi pers pada Senin (3/3/2025), menyusul pengungkapan kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah fantastis.
Menurut perhitungan sementara Kejaksaan Agung, kerugian negara akibat praktik tersebut pada tahun 2023 saja mencapai Rp 193,7 triliun. Jika pola yang sama berlangsung sejak 2018, total kerugian negara dalam lima tahun bisa mencapai hampir Rp 1 kuadriliun.
Pertamina Janji Berbenah
Simon menegaskan bahwa sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina memiliki tanggung jawab besar untuk melayani kepentingan masyarakat.
"Selama 67 tahun, Pertamina terus berkomitmen untuk memberikan pengabdian terbaik bagi masyarakat. Jika dalam perjalanan ini ada tindakan yang menyakiti hati dan kepercayaan masyarakat, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya," kata Simon.
Sebagai langkah awal perbaikan, Pertamina telah membentuk crisis center untuk mengevaluasi seluruh proses bisnis, terutama dari aspek operasional.
"Kami akan terus memperbaiki tata kelola agar Pertamina menjadi lebih transparan dan akuntabel. Kami juga akan memastikan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah kejadian serupa terulang," tambahnya.
Dukungan terhadap Proses Hukum
Simon juga menegaskan bahwa Pertamina mendukung penuh proses hukum yang tengah berjalan.
"Kami akan terus bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan siap memberikan data serta keterangan tambahan yang diperlukan agar kasus ini dapat dituntaskan sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Pertamina, lanjut Simon, tetap berkomitmen menjalankan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan memastikan bahwa masih banyak pegawai yang memiliki integritas tinggi serta berkomitmen terhadap kepentingan bangsa.
Modus dan Kerugian Negara
Berdasarkan temuan Kejaksaan Agung, kasus ini melibatkan skema pengadaan minyak yang merugikan negara dalam lima aspek utama:
• Ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun• Kerugian impor minyak mentah melalui broker: Rp 2,7 triliun
• Kerugian impor BBM melalui broker: Rp 9 triliun
• Kerugian pemberian kompensasi tahun 2023: Rp 126 triliun
• Kerugian pemberian subsidi tahun 2023: Rp 21 triliun
Salah satu modus yang diungkap adalah praktik blending bahan bakar. PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli RON 90 (Pertalite) tetapi melaporkannya sebagai RON 92 (Pertamax). Produk tersebut kemudian dicampur di fasilitas penyimpanan untuk dijual sebagai Pertamax dengan harga lebih tinggi, menyebabkan selisih nilai yang merugikan negara.
Sembilan Tersangka Ditangkap
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, di antaranya:
1. Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2. Sani Dinar Saifuddin – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Pertamina International
3. Agus Purwono – Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
4. Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
5. Muhammad Kerry Adrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
6. Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
7. Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
8. Maya Kusmaya – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga
9. Edward Corne – VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga
Dengan besarnya kerugian yang diungkap, publik kini menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan tata kelola Pertamina lebih baik di masa depan.
(Alfi)