Jakarta, infoDKJ.com | Senin, 3 Maret 2025
PERIODE MAKKAH
Rasulullah kehilangan tempat mengadu dan Kehilangan tempat bergantung. Semuaya diserahkan kepada Allah
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Abu Thalib Sakit Keras
Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rasulullah kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.
Sakit Abu Thalib kian parah tubuhnya makin lemah dan makin tidak berdaya. Karena sudah lanjut usia dan tubuhnya makin rapuh, menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Thalib jatuh sakit.
Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun.
Kabar sakitnya Abu Thalib cepat tersebar di penjuru Makkah. Kaum Quraisy merasa senang dan gembira mendengarnya. Pelindung Utama Muhammad saw diambang kematian. Itu berarti mereka lebih leluasa dalam menyiksa Nabi saw.,
Namun, sebelum ajal menjemputnya, Para pemuka Quraisy mereka harus menjenguk. Mereka tidak mau nama besar Quraisy cacat hanya datang kerumah Abu Thalib saat kematiannya saja. Para tokoh yang hadir itu berjumlah sekitar 25 orang.
Di pembaringan Abu Thalib salah satu utusan Quraisy berkata, "Engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami."
Panggilah dia. ”Kami tidak ingin mencampuri urusan Muhammad, demikian juga dengan kemenakanmu. Desaklah dia agar membiarkan kami menjalankan agama kami, dan kami akan membiarkannya menjalankan agamanya” pinta kaum musyrik Quraisy.
Rasulullah kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah bersabda,
”Wahai kemenakanku! Mereka adalah pemuka-pemuka kaummu. Mereka berkumpul karenamu untuk memberimu sesuatu dan mengambil sesuatu darimu pula”.
Rasulullah terdiam sejenak
”Bagaimana pendapat kalian bila aku katakan kepada kalian satu kalimat yang bila kalian ucapkan, niscaya kalian akan dapat menguasai bangsa Arab dan orang-orang asing akan tunduk keoada kalian.”
"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal penasaran
"sepuluh kata sekali pun silahkan!"
Rasulullah bersabda,
"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah."
"Muhammad," seru mereka sambal bertepuk tangan dan tertawa terbahak-bahak maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?" sungguh aneh polahmu ini.
Para Pembesar Quraisy Saling gaduh dan pandang serta kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah.
"Pulanglah," kata mereka satu sama lain,
"Demi Allah orang ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian, teruslah dalam agama nenek moyang kita hingga Allah memutuskan antara kita dan dirinya." kata salah seorang Quraisy kepada rekan-rekannya.
Di akhir ajalnya Abu Thalib
Rasulullah duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rasulullah dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Thalib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam.
Rasulullah menggenggam tangan pamannya dengan lembut.
Inilah Abu Thalib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya.
Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri.
Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah.
Inilah Abu Thalib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah.
Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah,
"Demi Allah, wahai anak saudaraku,”
”aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."
Sejenak timbul harapan Rasulullah akan keislaman pamannya itu,
Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat. ”La illaha illallah”
Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera memotong.
“Wahai Abu Thalib ! sudah bencikah engkau terhadap agama Abdul Muthalib”, keduanya terus mendesak agar Abu Thalib tidak mengucapkan kalimat tauhid tersebut.
Usaha mereka tidak sia-sia, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rasulullah. Mulai saat ini, Rasulullah harus menghadapi semuanya sendiri.
Kata-Kata Terakhir Abu Thalib
Ketika Rasulullah mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Thalib berkata,
"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."
“Aku akan memintakan ampunan untukmu selama itu aku tidak dilarang melakukannya.” Kata Rasulullah saw, dihadapan tubuh Abu Thalib yang telah terbujur kaku.
Turunlah ayat yang menjawab perkataan Rasulullah saw. Tersebut:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihani (QS. 28: 56)*
Khadijah Mendekati Ajalnya
Awan duka seolah enggan meninggalkan Makkah, hanya berselang tiga bulan dari wafatnya Abu Thalib, nabi kembali harus menghadapi kenyataan.
Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rasulullah menggenggam tangan Khadijah yang kini terasa panas.
Dari hari ke hari, wajah Khadijah semakin pucat dan gemetar, Rasulullah amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.
Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa bulan setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah pun wafat dengan tenang.
Dalam beberapa waktu saja, Rasulullah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka.
Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan).
Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah tertunduk di samping pusara Khadijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.
Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khadijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.
Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rasulullah. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rasulullah, berganti menghibur dan menguatkan hati Rasulullah.
Setelah Abu Thalib wafat, tidak ada lagi tokoh Quraisy yang disegani mau membela Muhammad saw.
Sebuah riwayat dari Ibnu Mashud mengatakan;
“Pada suatu hari disaat Rasulullah saw, sedang bersembahyang di dalam Ka`bah, Abu Jahal dan beberapa temannya duduk tidak jauh dari beliau. Abu Jahal teringat kemaren ada beberapa ekor kambing yang telah di sembelih. Ia kemudian berkata kepada kawan-kawannya:
`Siapakah diantara kalian yang mau mengambil isi perut kambing Bani Fulan untuk diletakkan diatas pundak Muhammad waktu ia sedang sujud ?
Salah seorang yang paling jahat segera berangkat mengambil kotoran tersebut.
Di saat Rasulullah sedang sujud isi perut kambing yang kotor dan berbau tersebut diletakkan diatas pundak beliau.
Setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak sambil saling memandang karena girangnya. Ketika itu aku (Ibnu Mashud) menyaksikan tingkah laku mereka.
Rasulullah terus bersujud tidak mengangkat kepalanya. Hingga ada yang memberi tahu Fatimah. Putri beliau yang masih kanak-kanak itu pun tiba, lalu segera menyingkirkan kotoran sembari menangis melihat penderitaan ayahnya, sang anak memaki-maki gerombolan Abu Jahal.
Seusai shalat, dengan suara keras beliau berdo`a, Setiap permohonan kepada Allah di ucapkan tiga kali.
Beliau berucap
Yaaa Allah, binasakanlah orang-orang Quraisy ini, tiga kali mendengar do`a tersebut mereka berhenti tertawa dan tampak ketakutan.
Beliau berdoa lagi
Yaa Allah, binasakanlah Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi`ah, , Syaibah bin Rabi`ah, Al Walid bin Ut`bah, Umayyah bin Khalaf dan Uqhbah bin Abi Maa`ith… yang ketujuhnya aku tidak ingat lagi namanya kata Ibnu Mashud
Orang yang namanya disebut Rasulullah saw, tersebut semuanya telah tewas dalam perang Badar, kemudian mayat mereka ada yang diseret-seret anjing, dan dimasukkan dalam sumur yang telah kering.
Berlanjut ke bagian 50 ...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri