Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 6 Maret 2025
PERIODE MAKKAH
Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah, "Kalau kami jadi pengikut dan membantumu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"
Rasulullah menjawab,
"Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki." Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus, "Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.
"Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia."
"Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku."
"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"
"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku."
"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."
"Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku."
"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan kuasa dari pada-Mu."
Di Kebun Anggur
Mendengar do`a Rasulullah saw, itu. Tergeraklah hati, tergeraklah rasa kekerabatan dihati kedua orang anak lelaki Rabi`ah yang memiliki kebon lalu memanggil pelayannya yang bernama Addas.
Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah.
Rasulullah menjulurkan tangan untuk mengambil anggur seraya mengucap, "Bismillah."
Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu.
"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.
Kemudian, Rasulullah bertanya kepada sang budak, siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal, serta apa agamanya.
"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."
Rasulullah kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."
Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?"
"Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."
Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah.
Utbah dan Syaibah memperhatikan hal itu dengan heran.
"Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah.
Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah,
"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"
"Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas.
"Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi."
Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras,
"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya."
Saat Paling Getir
Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rasulullah menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if.
Kembali ke Mekah
Hari mulai gelap, Rasulullah dan Zaid keluar dari persembunyiannya, merasakan dahaga, lapar dan kepedihan, kepenakan dan duka lara. Mereka memutuskan kembali ke Makkah.
Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rasulullah boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya.
Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekkah tanpa perlindungan? Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."
Rasulullah menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh,
"Allah akan melindungi agama dan Rasul-NYA."
Tiba-tiba di luar Mekkah, melalui seorang penduduk, Rasulullah menghubungi Al Akhnas bin Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak.
Rasulullah kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak.
Terakhir Rasulullah mengirim utusan ke Al Muth'im bin Adi berbeda dengan dua orang sebelumnya, kali ini permintaan Nabi dipenuhinya.
Ia lalu mengambil senjata, mengajak anak-anaknya dan kaumnya untuk berangkat.
”Pakailah senjata dan diamlah kalian di sudut-sudut Baitullah karena sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Muhammad.”
”Katakan kepada Muhammad , temui aku sekarang di Baitullah kata Al Muth'im bin Adi”.
Al Muth'im menuju Ka'bah, tampak Muth'im berada diatas tunggangannya ia berteriak lantang kepada orang-orang Quraisy. “Wahai kaum Quraisy, ! Sesungguhnya aku telah memberi perlindungan kepada Muhammad, dan janganlah ada yang mengejeknya”. Bila tidak ingin bermasalah dengan aku.
Rasulullah dikawal sampai Rukun Yamani, Nabi saw cukup terharu, telah cukup lama beliau tidak menyentuh Ka`bah, sekarang rumah Allah ini telah ada di hadapannya dan sholat dua rakaat, dan pulang kerumahnya dengan kawalan Al Muth'im bin Adi dan anak-anaknya_
Kebaikan Al Muth'im bin Adi terus dikenang Rasulullah saw, meskipun ia kafir. “Demi Allah yang jiwa ini berada dalam genggaman-Nya, seandainya Al Muth'im bin Adi masih hidup, lalu ia berkata kepadaku tentang para tawanan Perang Badar, niscaya aku akan mengikuti perkataannya. (HR. Bukhari)
Abu Lahab datang dan memprotes dengan ejekan,
"Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?"
"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im.
Suatu hari, Rasulullah pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang Quraisy dengan nada menghina,
"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."
Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata,
"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"
Rasulullah mendekati keduanya dan berkata,
"Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Berdakwah kepada Kabilah-kabilah
Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah di Mekah semakin sempit.
Beliau pun mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada bulan-bulan haji.
Setiap hari Rasulullah mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata,
"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."
Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah,
"Kalau kami jadi membantu dan pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"
Rasulullah menjawab,
"Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki."
Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus,
"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."
Berlanjut ke bagian 53 ...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri