Jakarta, infoDKJ.com | Sabtu, 22 Maret 2025
Periode Madinah
Merubah Nama Yatsrib Menjadi Madinah dan Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira kaum Muhajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Makkah.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Nama Yatsrib Menjadi Madinah
Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail, seorang keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu pernah berkuasa di kota itu. Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin suhunya sangat rendah, sedangkan pada musim panas suhunya jauh lebih panas daripada di Makkah. Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca tersebut dan jatuh sakit.
Aisyah menuturkan, ketika Rasulullah ﷺ sampai di Madinah, Abu Bakar, Bilal, dan Amir bin Fuhairah dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh mereka.
"Wahai ayahanda, bagaimana keadaanmu?"
"Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?"
Tanya Aisyah dengan lembut.
Saat sakit, Abu Bakar sering berkata:
"Mati itu lebih dekat daripada tali sepatu kita."
Sementara itu, Bilal tidak suka berkata apa-apa jika sedang sakit. Namun, ketika sakitnya hilang, ia sering menangis karena merindukan Makkah sambil berkata:
"Apakah aku dapat berjalan malam hari di lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil (pohon yang banyak terdapat di Makkah)? Apakah pada suatu hari aku dapat sampai lagi ke tempat air Majinnah? Dan apakah dapat terlihat lagi olehku Gunung Syamah dan Gunung Thafil (dua gunung dekat Makkah)?"
Sedangkan Amir bin Fuhairah, jika menderita demam tinggi, sering bersyair:
"Sungguh aku mendapati mati sebelum merasakannya...."
Rasulullah amat prihatin dengan sakit beberapa orang sahabat akibat cuaca panas tersebut. Beliau juga mendengar keluhan-keluhan mereka.
Beliau bersabda:
"Ya Allah, laknatlah Syaibah bin Rabiah, Utbah bin Rabi
ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka mengusir kami dari tanah kelahiran kami ke negeri yang penuh wabah."
Karena itu, Rasulullah pun berdoa kepada Allah:
"Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta pada Kota Madinah sebesar rasa cinta kami pada Makkah, atau bahkan lebih! Ya Allah, berilah berkah pada pekerjaan kami untuk mencari nafkah, sehatkanlah Kota Madinah ini untuk kami, dan pindahkanlah panasnya ke tempat lain yang Engkau kehendaki."
Saat itu, Madinah sedang diserang wabah penyakit yang telah menjadi epidemi dan menyebar ke seluruh penjuru kota.
Allah mengabulkan doa Rasulullah dan memindahkan panas Kota Madinah ke Dusun Juhfah, yang letaknya 82 mil dari Madinah.
Selain berdoa dan mengatasi masalah cuaca, Rasulullah pun melakukan hal lain yang sangat indah agar kaum Muhajirin yang berasal dari Makkah tumbuh rasa cintanya pada Madinah.
Tabarruk
Tabarruk adalah mengharapkan berkah.
Suatu ketika, saat Rasulullah tidur, datanglah Ummu Sulaim. Melihat keringat Rasulullah yang sangat harum menetes, Ummu Sulaim menadahnya.
Tidak lama kemudian, Rasulullah bangun dan bertanya:
"Apa yang sedang kamu lakukan, wahai Ummu Sulaim?"
Ummu Sulaim menjawab:
"Kami mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami."
Rasulullah kemudian berkata:
"Engkau benar."
Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah disebut Muhajirin, sementara sahabat yang tinggal di Madinah disebut Anshar.
Saling Bersaudara
Suatu hari, Rasulullah mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau bersabda:
"Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah dua orang-dua orang."
Para sahabat saling berpandangan. Beberapa di antara mereka tersenyum.
Kemudian, Rasulullah bersabda:
"Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, putra angkat Rasulullah."
Setelah itu, Rasulullah menyebut nama-nama sahabat lain yang saling dipersaudarakan. Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Anshar.
Tercatat dalam sejarah, ada 100 orang yang saling dipersaudarakan, yaitu 50 dari Anshar dan 50 dari Muhajirin.
Tujuan Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya adalah untuk menghilangkan rasa asing dalam diri sahabat Muhajirin di Kota Madinah.
Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap Muslim menjadi saling menolong—yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah.
Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula, golongan Anshar menyambut gembira kaum Muhajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Makkah.
Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja, sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin tidak begitu saja terlena dengan bantuan saudara-saudara Anshar mereka. Kaum Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka bisa kembali mandiri secepatnya.
Persaudaraan Sejati
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati.
Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.
Shallu ‘alan Nabi
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ