Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 23 Maret 2025
PERIODE MADINAH
Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat gelagat tidak baik ini, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi.
KISAH RASULULLAH ﷺ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Menghimpun Hati Para Sahabatnya
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.
Bertani dan Berdagang
Pada awal kehidupan mereka di Madinah, kaum Muhajirin benar-benar mengalami masa yang sulit. Sampai suatu hari, pernah paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib, datang kepada beliau dengan perut lapar sambil bertanya kalau-kalau Rasulullah punya sesuatu untuk dimakan.
Berdagang adalah salah satu pekerjaan yang banyak dikuasai kaum Muhajirin.
Mempersaudarakan
Persaudaraan ini dilakukan agar fanatisme Jahiliyah menjadi luntur. Perbedaan nasab, warna kulit, dan negara menjadi sirna.
Tidak ada loyalitas dan anti-loyalitas kecuali kepada Islam.
Masyarakat baru ini telah melahirkan kisah-kisah yang layak dijadikan sebagai teladan sepanjang zaman.
"Sesungguhnya orang Mukmin itu bersaudara, oleh karena itu damaikanlah kedua saudaramu dan takulah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat-Nya."
(Qs. Al-Hujurat 49:10)
Abdurrahman bin Auf yang sudah dipersaudarakan Rasulullah dengan Sa'ad bin Rabi pernah ditawari Sa'ad dengan berkata:
"Sesungguhnya aku adalah orang yang banyak harta dari kalangan Anshar. Bagilah hartaku menjadi dua bagian. Aku juga punya dua istri. Lihatlah mana yang paling kau senangi di antara keduanya, lalu katakanlah kepadaku. Jika telah habis masa iddahnya, nikahilah dia!"
Namun, Abdurrahman menolaknya.
"Semoga Allah memberikan berkah-Nya kepadamu, hartamu, dan keluargamu!
Lebih baik tunjukkan saja jalan ke pasarmu kepada saya."
Ia hanya meminta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sana, mulailah Abdurrahman berdagang mentega dan keju.
Abdurrahman bin Auf
Dalam waktu tidak terlalu lama, berkat kepandaiannya berdagang, Abdurrahman bin Auf berhasil meraih kekayaannya kembali. Dapat pula ia menikahi dan memberikan mas kawin kepada seorang Muslimah dari Madinah. Sesudah itu, Abdurrahman bin Auf pun memiliki kafilah-kafilah yang pulang dan pergi membawa barang perdagangan.
(Akhirnya dia menjadi salah satu orang yang terkaya di Madinah).
Selain Abdurrahman, banyak pula kaum Muhajirin yang melakukan pekerjaan serupa. Begitu pandainya penduduk Makkah berdagang sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangan, orang Makkah dapat mengubah pasir menjadi emas.
Sementara itu, kaum Muhajirin yang lain, seperti Abu Dzar, Umar, dan Ali bin Abu Thalib memilih pekerjaan sebagai petani. Keluarga-keluarga mereka terjun menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama pemiliknya.
Selain mereka itu, ada pula kaum Muhajirin yang tetap mengalami kesulitan hidup. Sungguh pun begitu, mereka tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka membanting tulang melakukan pekerjaan apa pun yang halal.
Ada lagi segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Namun, keadaan mereka amat miskin dan serba kekurangan sampai ada yang tidak mempunyai tempat tinggal. Rasulullah menyediakan tempat tinggal untuk mereka di selasar masjid yang disebut Shuffah.
Mereka yang tinggal di tempat itu disebut Ahli Shuffah. Belanja mereka diberikan oleh kaum Muslimin yang berkecukupan, baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar.
Riwayat Adzan
Di Madinah, kaum Muslimin sudah mengerjakan shalat lima waktu. Namun, dengan jumlah yang semakin banyak, sulitlah semua orang tahu bahwa waktu shalat telah tiba, sehingga perlu ada pemberitahuan.
"Kita gunakan saja bendera, ya Rasulullah," usul seorang sahabat.
"Bendera tidak membangunkan orang tidur, gunakan saja terompet," usul yang lain.
"Terompet mungkin terlalu keras, bagaimana dengan lonceng?" tambah seseorang.
"Mungkin tidak perlu semua itu, cukuplah menyuruh seseorang berseru, 'Ash Shalah!'," usul sahabat yang lain.
Rasulullah pun menyetujui usul terakhir ini. Lalu beliau bersabda,
"Ya Bilal, bangunlah dan panggillah orang dengan 'Ash Shalah'!"
Maka, apabila waktu shalat tiba, Bilal pun berseru-seru:
"Ash shalatu jami'ah!
Shalatlah berjamaah!
Shalatlah berjamaah!"
Sampai suatu malam, Abdullah bin Zaid yang berada dalam keadaan setengah tertidur melihat seorang laki-laki membawa genta. Abdullah ingin membelinya untuk memanggil shalat.
Orang itu berkata,
"Akan kutunjukkan yang lebih baik daripada itu."
Berserulah
Allahu Akbar!
Allahu Akbar!
Asyhadu allaa ilaaha illallah!
Asyhadu allaa ilaaha illallah!
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah!
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah!
Hayya 'alasshalah!
Hayya 'alasshalah!
Hayya 'alal falah!
Hayya 'alal falah!
Allahu Akbar!
Allahu Akbar!
Laa ilaaha illallah!
Perjanjian dengan Kaum Yahudi
Sejak dari dulu, Madinah bukan hanya dihuni oleh orang-orang Arab saja, melainkan juga kaum Yahudi.
Ada tiga keluarga besar Yahudi yang menetap di Madinah:
- Bani Quraizhah
- Bani Nadhir
- Bani Qainuqa
Orang-orang Arab yang tinggal di Madinah dari suku Aus dan suku Khazraj pernah saling bermusuhan selama puluhan tahun. Setiap suku dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi.
Namun, ketika Islam datang mempersaudarakan mereka, lenyaplah rasa permusuhan itu untuk selamanya. Sejak saat itu, kaum Yahudi kehilangan pengaruh mereka atas orang Arab di Madinah.
_Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat gelagat tidak baik ini, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi.
Isinya kurang lebih sebagai berikut:
- Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling mendengki.
- Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling membenci.
- Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin hidup bersama satu bangsa.
- Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin mengerjakan ajarannya masing-masing dan tidak saling mengganggu.
- Jika kaum Yahudi diserang musuh dari luar, Muslimin wajib membantunya.
- Jika kaum Muslimin yang diserang, Yahudi wajib datang membantu.
- Jika Kota Madinah diserang dari luar, kaum Yahudi dan Muslimin harus mempertahankannya bersama-sama.
Suka Menipu dan Berkhianat
Perjanjian ini kemudian dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka menipu dan berkhianat.
Shallu ‘alan Nabi
Bersambung ke bagian 69 ...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri