Jakarta, infoDKJ.com | Jum'at, 14 Maret 2025
Bicara tentang peristiwa Rawagede tak bisa dilepaskan dari sosok Loekas Koestaryo. Perwira Siliwangi asal Magetan ini menjadi momok bagi pasukan Belanda, khususnya Batalion NICA yang beroperasi di Jakarta dan Bekasi. Saking dibencinya, Loekas bahkan diabadikan dalam bentuk patung setengah badan di Belanda, sebagaimana dituturkan oleh saksi mata.
Loekas Koestaryo lahir di Magetan pada tahun 1920. Meski bertubuh kecil, aksinya sangat merepotkan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Saat peristiwa Rawagede, ia menjabat sebagai Komandan Kompi Batalyon I Sudarsono atau yang dikenal sebagai Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi. Saat ini, unit tersebut telah berkembang menjadi Batalyon Infanteri 302 Tajimalela, Bekasi, di bawah Kodam III/Siliwangi.
Pejuang yang Licin dan Berani
Dalam perjuangannya, Loekas kerap menyamar dengan mengenakan seragam pasukan Belanda untuk menyusup dan menghabisi tentara musuh. Selain itu, ia dikenal sangat gesit seperti belut saat hendak disergap. Loekas juga aktif melakukan sabotase terhadap jalur logistik Belanda, termasuk meledakkan rel kereta api yang membawa perbekalan musuh. Dalam beberapa aksinya, ia bekerja sama dengan ulama besar, Kyai Haji Noer Alie, yang dijuluki "Singa Bekasi".
Keberaniannya membuat Loekas menjadi target utama pasukan Belanda di wilayah Karawang hingga Jakarta. Pemerintah kolonial bahkan menawarkan hadiah ribuan gulden bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi mengenai keberadaannya.
Tragedi Rawagede dan Dendam Pasukan Belanda
Pada 8 Desember 1947, Belanda mendapat informasi bahwa Loekas berada di Rawagede. Tanpa menunda waktu, pasukan Belanda yang bermarkas di Jakarta segera bergerak dengan persenjataan lengkap, termasuk dukungan kendaraan lapis baja.
Namun, strategi para pejuang menghambat pergerakan Belanda. Warga dan pasukan Loekas memutus semua jembatan menuju Rawagede, membuat tank-tank Belanda tak bisa masuk ke desa. Pasukan infanteri Belanda pun mengepung Rawagede dan membombardir desa dengan tembakan meriam.
Sayangnya bagi Belanda, Loekas dan pasukannya telah meninggalkan Rawagede sebelum pengepungan terjadi. Ia telah bergerak menuju Jakarta untuk melancarkan serangan ke wilayah Cililitan.
Kegagalan menangkap Loekas membuat pasukan Belanda murka. Dengan brutal, mereka membantai ratusan warga Rawagede yang dituduh melindungi Loekas. Pembantaian ini menjadi salah satu kekejaman terbesar yang dilakukan Belanda selama agresi militer di Indonesia.
Penyesalan dan Patung di Belanda
Setelah mendengar pembantaian tersebut, Loekas berniat menyerang tangsi Belanda di Tambun sebagai aksi balas dendam. Namun, atas nasihat beberapa ulama, rencana itu akhirnya dibatalkan. Meski begitu, sepanjang hidupnya, Loekas merasa bersalah dan menyesal karena tidak dapat mencegah tragedi di Rawagede.
Sebagai bentuk kebencian sekaligus penghormatan dari musuhnya, pemerintah Belanda bahkan membuat patung setengah badan Loekas Koestaryo. Hal ini diungkapkan oleh Sukarman, salah seorang korban selamat Rawagede yang sempat dua kali ke Belanda untuk menghadiri pengadilan terkait pembantaian tersebut. Ia melihat patung bertuliskan "Loekas" dengan tambahan tulisan "Begundal dari Karawang" di sebuah gedung di Den Haag.
Pada 8 Juni 1997, Loekas Koestaryo wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cipanas.
By: Otte (Restorasi Foto Lama/Rusak)
Editor: Adang