Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 6 April 2025
PERIODE MADINAH
MANTU RASULULLAH TERTAWAN
Salah seorang tawanan Perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi. Ia adalah menantu Rasulullah yang dikawinkan waktu di Makkah, karena ia menikahi putri beliau, Zainab. Untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rasulullah, sebagai tebusan suaminya. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Kisah Rasulullah
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Makkah Terkejut
Sementara itu, keadaan sebaliknya menimpa Makkah. Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza’i tergesa-gesa memasuki Makkah.
Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Makkah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis.
Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu.
“Tidak mungkin!”
“Tidak mungkin!” demikian igaunya.
Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal.
Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan apa yang akan mereka lakukan.
“Ingat, sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan,” demikian kata salah seorang di antara mereka.
“Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan.”
“Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan,” usul yang lain.
“Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka.”
Setelah beberapa lama, barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz.
Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan, Umar bin Khattab menjadi sangat geram.
Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata,
”Rasulullah, izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana.”
Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung:
“Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi.”
Kekuasaan kaum Muslimin di Madinah dan di daerah-daerah sekitarnya tambah berwibawa dan makin disegani orang.
Mereka berhasil menguasai jalan lalu lintas kafilah di bagian utara Semenanjung Arabia. Tak ada kafilah yang dapat melintas tanpa seizin kaum muslimin.
Kaum musyrikin Makkah kini telah mulai mengkeret dan sibuk berusaha menyembuhkan luka parahnya. Mereka berusaha memulihkan kembali kekuatannya dan bersiap-siap hendak menebus kekalahan dengan serangan pembalasan.
Mereka mengumumkan hari pembalasan akan tiba dalam waktu dekat. Kekalahan mereka dalam peperangan ternyata menambah kebencian mereka terhadap Islam dan menambah nafsu balas dendam mereka terhadap Muhammad saw dan para sahabatnya.
Mereka semakin beringas menindas setiap orang yang berani memeluk agama Islam. Setiap orang Makkah yang telah terbuka hatinya memeluk Islam, terpaksa harus hidup terpencil dan tersembunyi, atau tabah hidup dihina dan dikejar-kejar.
Orang-orang Yahudi berusaha meremehkan arti kemenangan yang telah dicapai oleh Islam. Bahkan Ka`ab bin Al-Asyraf, salah seorang tokoh Yahudi, mengirimkan syair-syair dari Madinah ke Makkah berisi pernyataan belasungkawa dan menganjurkan supaya orang-orang Makkah mempersiapkan serangan pembalasan.
Akibat dari sikap mereka yang berbahaya itu, jurang permusuhan antara kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi semakin lebar. Hal ini menjadikan terjadinya insiden-insiden gawat di masa-masa berikutnya yang akan memaksa kaum Yahudi harus menanggung risiko berat dengan mengorbankan jiwa dan harta bendanya...
HINDUN
Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga.
Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya.
Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan.
Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid bin Utbah adalah kakaknya.
Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy, Hindunlah yang paling banyak kehilangan, sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain.
Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya:
”Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?”
Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar.
Hindun menjawab dengan kata-kata keras:
“Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu?
Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita?
Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad.”
”Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!”
Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah.
Kisah Menantu Rasulullah
Salah seorang tawanan Perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi. Ia adalah menantu Rasulullah yang dikawinkan waktu di Makkah.
Karena ia menikahi putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rasulullah, sebagai tebusan suaminya. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab. Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu.
Setelah Zainab diceraikan, ia pun mengizinkan Zainab putri Rasulullah saw hijrah ke Madinah.
Shallu Alan Nabi…!
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Bersambung ke bagian 83 ...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri