Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 22 April 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
Rasulullah Dikabarkan Terbunuh
Begitu orang Quraisy mendengar Rasulullah ﷺ terbunuh, seperti banjir, mereka mengalir ke tempat di mana Rasulullah ﷺ berada.
Semuanya berlomba ingin mengakui bahwa merekalah yang membunuh Rasulullah ﷺ atau ikut memegang peranan di dalamnya. Tentu hal itu akan dapat mereka banggakan sampai ke anak cucu mereka.
Ketika itulah, kaum muslimin yang berada di sekeliling Rasulullah ﷺ tersentak sadar. Mereka bergerak mengelilingi, menjaga, dan melindungi Rasulullah ﷺ yang amat mereka cintai.
Iman mereka kembali tergugah memenuhi jiwa. Semangat mereka melambung lagi untuk meraih surga. Kekhawatiran yang amat sangat akan keselamatan Rasulullah ﷺ membuat mereka kembali mendambakan mati.
Hidup di dunia ini terasa tak ada artinya lagi jika Rasulullah ﷺ gugur dalam lindungan mereka.
Saat itu, sebuah batu melayang dan menghantam wajah Rasulullah ﷺ. Batu itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash. Gigi geraham Rasulullah ﷺ rontok dan wajah beliau berdarah.
Di saat-saat kritis itulah tersiar berita desas-desus bahwa Nabi Muhammad ﷺ gugur dalam pertempuran. Kaum muslimin makin tercerai-berai, sebagian pulang ke Madinah, sebagian lagi lari mencari perlindungan di bukit-bukit.
Para sahabat Nabi ﷺ dalam keadaan bingung, tak tahu lagi apa yang mau dilakukan.
Bibir Rasulullah ﷺ pecah-pecah.
Dua keping lingkaran topi besi yang menutupi wajah beliau bengkok menghimpit pipi Rasulullah ﷺ.
Melihat hal itu, iman dan keberanian para sahabat di sekeliling Rasulullah ﷺ semakin besar.
Harga diri mereka sangat terluka melihat luka yang dialami Rasulullah ﷺ.
Setelah terhuyung sejenak akibat hantaman batu yang demikian keras, Rasulullah ﷺ kembali dapat menguasai diri.
Beliau terus berjalan ke tempat aman dikelilingi para sahabat yang setia. Tiba-tiba Rasulullah ﷺ terperosok ke dalam sebuah lubang.
Lubang itu sengaja digali oleh Abu Amir untuk menjerumuskan kaum Muslimin.
Cepat-cepat, Ali bin Abi Tholib menghampiri, meraih, dan memegang tangan Rasulullah ﷺ.
Thalhah bin Ubaidillah membantu mengangkat beliau hingga dapat berdiri kembali.
Kemudian, bersama para sahabatnya, Rasulullah ﷺ berjalan terus mendaki gunung Uhud. Tempat itu merupakan satu-satunya peluang bagi beliau untuk menghindari kejaran musuh.
Keadaan mengenaskan yang menimpa Rasulullah ﷺ itulah yang menghidupkan kembali semangat juang di hati para sahabat.
Rela Mati demi Rasulullah
Hari sudah menjelang tengah hari. Saat itu, Ummu Umaroh seorang muslimah Anshar, tengah berkeliling membagikan air kepada kaum muslimin yang tengah berjuang.
Namun, begitu dilihatnya kaum muslimin mundur, Ummu Umarah melemparkan tempat airnya. Ia mencabut pedang dan terjun ke dalam pertempuran.
Tujuannya hanya satu, melindungi Rasulullah ﷺ walau harus mati. Ummu Umarah menebas musuh dan menembakkan panah sampai tubuhnya sendiri dipenuhi banyak luka.
Sementara itu, Abu Dujanah menjadikan punggungnya sebagai perisai Rasulullah ﷺ.
Beberapa panah yang melayang ke arah Rasulullah ﷺ tertahan di punggung Abu Dujanah.
Di samping Rasulullah ﷺ, Sa’ad bin Abi Waqqash berdiri melepaskan panahnya untuk menahan musuh.
Rasulullah ﷺ memberikan anak panah kepada Sa’ad sambil berkata,
“Lepaskan anak panah itu! Kupertaruhkan ibu bapakku untukmu.”
Rasulullah ﷺ sendiri terus menembakkan anak panah sampai ujung busurnya patah.
Beberapa sahabat, termasuk Abu Bakar dan Umar bin Khattab, tidak mengetahui kalau Rasulullah ﷺ masih hidup.
Mereka mengira Rasulullah ﷺ telah gugur mengingat begitu membanjirnya pasukan musuh menyerbu ke tempat Rasulullah ﷺ berada.
Keduanya pergi ke arah gunung dengan kepala tertunduk pasrah. Anas bin Nadzir bertanya kepada mereka,
“Mengapa kalian duduk-duduk di sini?”
“Rasulullah sudah terbunuh,” jawab keduanya.
“Perlu apalagi kita hidup sesudah itu?
Bangunlah!
Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama!”
Setelah berkata begitu, Anas bin Nadzir menyerbu musuh, bertempur dengan gagah tiada taranya.
Dia baru mendapatkan syahid setelah ditebas 70 kali.
Begitu rusak tubuh Anas bin Nadhir sampai tidak seorang pun mengenali jasadnya kecuali adik perempuannya yang mengenali Anas dari ciri yang terdapat pada ujung jarinya.
Abu Sufyan yang yakin sekali bahwa Rasulullah ﷺ telah gugur, sibuk mencari-cari mayat beliau di tengah korban-korban Muslim.
Akhir Pertempuran
Ketika orang Quraisy berteriak-teriak bahwa Muhammad telah mati, Rasulullah ﷺ menyuruh para sahabat agar tidak membantahnya. Hal itu untuk menghindari lebih banyak lagi serbuan musuh ke arah beliau.
Namun, begitu Ka’ab bin Malik datang mendekat, ia mengenali Rasulullah ﷺ.
Ketika melihat mata Rasulullah ﷺ yang berkilau di balik helm bajanya, kemudian ia berteriak,
“Saudara-saudara kaum muslimin!”
“Selamat! Selamat! Ini Rasulullah ﷺ.” katanya.
Rasulullah ﷺ memberi isyarat agar Ka’ab berhenti berteriak. Kaum muslimin berdatangan dan mengangkat Rasulullah ﷺ tercinta. Kemudian bersama-sama beliau mereka mendaki gunung Uhud ke sebuah celah bukit.
Teriakan Ka’ab terdengar juga oleh pihak Quraisy. Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai teriakan itu. Namun, ada beberapa yang segera pergi mengikuti rombongan Rasulullah ﷺ dari belakang.
Ubay bin Khalaf dapat menyusul rombongan Rasulullah ﷺ sambil bertanya,
“Mana Muhammad? Aku tidak akan selamat kalau dia masih hidup.”
Seketika itu juga, Rasulullah ﷺ mengambil tombak Haris bin Shimma, lalu dengan sangat cepat melemparnya ke arah Ubay bin Khalaf. Ubay pun terhuyung-huyung di atas kudanya, lalu berusaha kembali pulang dan mati di tengah jalan.
Sesampainya pasukan muslim di ujung bukit, Ali bin Abi Tholib pergi mengambil air dalam perisai kulitnya. Ali membasuh darah di wajah Rasulullah ﷺ dan menyiram beliau dengan air ke seluruh tubuhnya yang terkena darah.
Dua keping besi di pipi Rasulullah ﷺ dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Begitu kerasnya sampai dua gigi seri Abu Ubaidah tanggal.
Tiba-tiba pasukan berkuda Khalid bin Walid tiba di atas bukit. Namun dengan sigap Umar bin Khattab dan beberapa prajurit Muslim menyerang dan mengusir mereka untuk mundur.
Kaum muslimin telah begitu tinggi mendaki gunung. Keadaan mereka begitu payah dan letih. Rasulullah memimpin mereka sholat sambil duduk.
Ketika Abu Sufyan hendak meninggalkan medan perang, ia naik ke atas bukit kemudian berteriak:
“Roda peperangan selalu berputar! Kemenangan kita sekarang menebus kekalahan kita dalam perang Badar! Agungkan Hubal!!”
Kepada Umar bin Khattab, Rasulullah berkata: “Hai Umar, jawablah dia dan katakan:
‘Allah lebih Agung dan lebih Mulia. Tidak sama antara pasukan yang gugur dan masuk surga dengan pasukan mereka yang mati masuk ke dalam neraka.’”
Abu Sufyan berteriak lagi:
“Hai Umar, benarkah Muhammad telah mati terbunuh?”
“Sama sekali tidak! Beliau mendengar teriakanmu sekarang,” jawab Umar.
“Kalau begitu, bagiku, engkau lebih dapat dipercaya daripada Qamiyah,”
Anggota pasukan musyrikin yang menyebarkan desas-desus bahwa Muhammad ﷺ telah mati terbunuh.
Pihak Quraisy amat gembira dengan kemenangan mereka. Mereka menganggap telah sungguh-sungguh membalas dendam atas kekalahan di Badar.
Bagi kaum muslimin, kalau Perang Badar dahulu berhasil menundukkan orang-orang kafir, maka Perang Uhud berikutnya berhasil membongkar pengkhianatan orang-orang munafik.
Abu Sufyan berkata:
“Yang sekarang ini untuk pembalasan peristiwa Perang Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan.”
Shallu ‘alan Nabi…
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
Bersambung ke bagian 99 ...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri