Jakarta, infoDKJ.com | Taman PKK yang berada di RT 001 RW 011, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara, ditertibkan dan dibongkar oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada Rabu, 16 Januari 2025. Pembongkaran ini menuai kekecewaan dari warga, khususnya ibu-ibu Dasawisma (Dawis) dan PKK yang selama ini merawat taman tersebut.
Ketua RW 011, Supriyadi, mengatakan bahwa tindakan PT KAI tersebut bertentangan dengan hasil rapat yang telah disepakati pada Selasa, 15 April 2025. Dalam rapat tersebut, disebutkan bahwa pihak KAI hanya akan memasang pagar pembatas.
“Namun kenyataannya, atap taman ikut dibongkar. Ini jelas tidak sesuai dengan kesepakatan. Kami sangat kecewa,” ujar Supriyadi.
Sementara itu, Fendra, S.H., M.Kn., selaku Divisi Hukum KKMB RW 011 dan Ketua Tim Investigasi DPN GNPK, menyampaikan keprihatinannya atas tindakan yang dinilainya sewenang-wenang oleh PT KAI, yang diduga dilakukan bersama oknum penegak hukum.
“Ini adalah bentuk perampasan hak atas tanah warga tanpa putusan pengadilan. Dalam negara hukum, tindakan seperti ini sangat tidak lazim, apalagi PT KAI tidak pernah menunjukkan sertifikat hak atas tanah yang dimaksud,” tegas Fendra.
Ia menambahkan bahwa dalam pertemuan sebelumnya yang diinisiasi oleh Kepala BPN Jakarta Utara dan dihadiri petinggi PT KAI, pihak KAI juga tidak dapat menunjukkan bukti sertifikat atas kepemilikan lahan.
Fendra juga menyesalkan tindakan PT KAI yang dinilainya bertentangan dengan visi Presiden RI terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan upaya mewujudkan hunian layak bagi masyarakat, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
“Kami sudah beberapa kali mengusulkan agar PT KAI menindaklanjuti pertemuan dengan warga di kantor ATR/BPN Jakarta Utara, demi menghindari intimidasi dan potensi konflik horizontal. Sayangnya, tidak ada tanggapan positif dari PT KAI,” imbuhnya.
Sebagai advokat dan aktivis pertanahan, Fendra juga mengkritisi penggunaan dokumen warisan kolonial Belanda oleh PT KAI dalam melakukan klaim lahan warga.
“Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 telah menegaskan bahwa sejak 24 September 1960, semua dokumen pertanahan kolonial Belanda tidak lagi berlaku. Jadi, jika ingin memperoleh hak atas tanah, hendaknya mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan main serobot seperti ini,” tegasnya.
Fendra pun berharap kepastian hukum bisa segera terwujud bagi warga RW 011 Kampung Muara Bahari, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
(Cip)